Hukum Talak Dalam Islam

Hukum Talak Dalam Islam

Syarat menjatuhkan talak

Menjatuhkan talak memiliki sejumlah syarat dan ketentuan sehingga talak yang dijatuhkan bisa dianggap sah.

Berikut jenis talak, seperti yang dirangkum dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian (2017).

Talak mati adalah talak yang terjadi akibat suami atau istri meninggal dunia.

Talak hidup adalah talak yang terjadi pada saat kedua suami-istri masih hidup akibat sebab-sebab tertentu.

Talak raj'i adalah talak yang terjadi antara suami-istri tetapi keduanya masih boleh rujuk atau kembali lagi. Ketentuan yang harus diperhatikan bagi orang yang melakukan talak raj'i adalah sebagai berikut:

Talak ba'in adalah talak dengan suami yang tidak boleh kembali lagi kepada istrinya, kecuali dengan melakukan akad nikah baru. Talak ba'in dibagi dua:

Hukum talak dianjurkan (mustahab)

Hukum talak menjadi dianjurkan apabila seorang istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah SWT. Seperti tidak sholat, atau istri tidak dapat menerima kondisi perekonomian suami.

Segi Cara Suami Menjatuhkan Talak

Berikut ini ada beberapa macam-macam talak berdasarkan segi cara suami menjatuhkan talak yang perlu anda ketahui, diantaranya.

Menjatuhkan talak pada umumnya disampaikan oleh sang suami kepada istri secara langsung melalui ucapan, dan sang istri juga mendengar ucapan talak dari sang suami. Namun, tidak dipungkiri talak juga dapat dijatuhkan dengan cara-cara yang lain.

Salah satu cara lainnya yakni dengan menjatuhkan talak melalui tulisan. Melalui tulisan yang disampaikan sang suami, sang istri menerima dan membaca serta memahami isi dari tulisan tersebut.

Cara ini disampaikan sang suami yang tidak memiliki kemampuan untuk berbicara (tuna wicara) kepada sang istri, sepanjang isyarat tersebut jelas dan dimengerti oleh sang istri.

Sang suami juga dapat menjatuhkan talak dengan perantara orang lain yang diutus untuk menyampaikan maksud dan tujuannya yakni bercerai dengan sang istri.

Talak adalah istilah dalam Islam yang berarti melepaskan ikatan perkawinan atau mengakhiri hubungan suami-istri.

Dalam Al Quran surat Al-Baqarah ayat 230, menjatuhkan talak dibolehkan dalam Islam, tapi hal itu termasuk ke dalam perbuatan yang dibenci Allah SWT.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalil tentang diperbolehkannya talak dalam Islam disebutkan di dalam Al Quran. Allah Ta'ala berfirman:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

Artinya: "Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik." (QS. Al Baqarah: 229).

Dirangkum dari buku Aturan Pernikahan dalam Islam (2011), talak dalam Islam adalah pemutusan tali perkawinan. Pemutusan tali perkawinan ini ditandai dengan lafaz atau ucapan talak.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh al-Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Qasim al-Ghazi dalam Fathul Qarib:

فصل في أحكام الطلاق وهو لغة حل القيد، وشرعاً اسم لحل قيد النكاح، ويشترط لنفوذه التكليف والاختيار، وأما السكران فينفذ طلاقه عقوبة له

Artinya: "Talak (الطلاق) secara bahasa adalah melepas ikatan. Menurut syara' talak adalah nama bagi pelepasan ikatan pernikahan. Agar talak dapat terlaksana disyaratkan harus dilakukan oleh suami yang mukallaf dan atas kemauan sendiri. Adapun bagi orang yang sedang mabuk, maka talaknya tetap sah karena sebagai hukuman baginya." (lihat: Syekh al-Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Qasim al-Ghazi, Syarh Fathul Qarib, Nurul Huda, Surabaya, hal. 47).

Dengan demikian, pengertian talak adalah lepasnya ikatan perkawinan antara suami istri. Dalam hukum Islam, pihak yang berhak menjatuhkan talak hanyalah suami.

Untuk itu, menjatuhkan talak ke pasangan harus sangat berhati-hati dan tidak boleh gegabah atau hanya karena marah sesaat.

Jatuhnya talak ditandai dengan ucapan dari suami kepada istrinya yang memenuhi syarat dan rukun talak. Misalnya, "saya ceraikan kamu", atau kalimat lain yang bermakna sama.

Di sisi lain, tidak menutup kemungkinan bagi istri untuk meminta cerai. Perceraian yang diajukan oleh pihak istri bukan disebut sebagai talak, melainkan khulu yang berarti cerai gugat dari istri kepada suami.

Hukum Talak dalam Islam

Dalam kitab Fiqh as-Sunnah 4 karya Sayyid Sabiq terjemahan Abu Aulia dan Abu Syauqina dijelaskan, sebagian ulama melarang perceraian, kecuali jika disertai dengan alasan yang dibenarkan oleh syariat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rasulullah SAW bersabda,

لَعَنَ اللَّهُ كُلَّ ذَوَّاقِ، مِطْلَاقِ

Artinya: "Allah melaknat setiap laki-laki yang suka menikmati perempuan, dan gemar menceraikan (istrinya)." (HR As-Sakhawi. Al-Albani mengatakan hadits ini dhaif)

Menurut mazhab Hambali, hukum talak dalam Islam dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu wajib, haram, boleh, dan sunnah.

Hukum talak dalam Islam menjadi wajib jika dijatuhkan oleh dua orang hakam (penengah) karena terjadi perselisihan yang tidak dapat diselesaikan antara suami dan istri, dan perceraian menjadi satu-satunya cara untuk mengakhiri konflik tersebut.

Hukum talak ini juga berlaku pada perempuan yang sudah di ila' setelah menyelesaikan masa iddah selama empat bulan. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 226-227,

لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَابِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِن فَاءُ و فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Kepada orang-orang yang meng-ila' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Hukum talak dalam Islam menjadi haram jika dilakukan tanpa alasan yang jelas dan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, baik suami maupun istri, serta tidak ada manfaat yang dapat diperoleh dari perceraian tersebut.

Talak seperti ini diharamkan karena dapat merusak kehidupan rumah tangga, sama halnya dengan merusak atau menghancurkan harta benda. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak boleh berbuat mudharat dan tidak boleh membalas dengan mudharat."

Adapun riwayat lain yang menyebutkan bahwa talak yang dijatuhkan tanpa alasan ini hukumnya makruh. Rasulullah SAW bersabda, "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak."

Rasulullah SAW juga bersabda,

مَا أَحَلَّ اللَّهُ شَيْئًا أَبْغَضُ إِلَيْهِ مِنَ الطَّلَاقِ

Artinya: "Tidaklah Allah SWT menghalalkan sesuatu tapi paling dibenci-Nya selain talak." (HR Abu Daud dalam kitab ath-Thalaq)

Talak akan dimurkai jika dilakukan tanpa alasan yang sesuai dengan syariat, meskipun Rasulullah SAW menyebutkan bahwa talak itu halal.

Sementara itu, hukum talak dalam Islam bisa dianggap mubah jika dilakukan dengan alasan yang sesuai dengan syariat, misalnya ketika seorang istri melakukan perbuatan yang tercela meskipun telah diberi peringatan, namun dia tidak mengubah perilakunya.

Selain itu, hukum talak juga bisa dianggap sunnah apabila seorang suami menjatuhkan talak karena istrinya mengabaikan kewajibannya kepada Allah SWT, seperti enggan menjalankan salat atau kewajiban agama lainnya.

Hal ini berlaku apabila suami tidak mampu memaksanya untuk melaksanakan kewajiban tersebut, atau jika istri sudah kehilangan rasa malu.

Imam Ahmad berkata, "Tidak sepantasnya mempertahankan istri yang enggan menjalankan kewajibannya kepada Allah SWT. Karena istri semacam ini dapat menurunkan kadar keimanan suami, sikap dan prilakunya membuat suami merasa tidak aman ketika tidur bersamanya, bahkan bisa jadi dia melahirkan anak yang bukan darinya (anak yang lahir dari perselingkuhan)."

Dalam kasus seperti ini, suami tidak bisa disalahkan jika bertindak keras kepada istrinya, agar dia mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya untuk bercerai.

Ibnu Qudamah berkata, "Mencerai istri ketika dia tidak mengindahkan kewajibannya kepada Allah SWT dan tidak memiliki sifat malu hukumnya adalah wajib."

Beliau juga berkata, "Talak yang sesuai dengan sunnah adalah talak yang dilakukan pada saat terjadi pertikaian di antara suami istri dan pada saat istri keluar rumah dengan meminta khulu' untuk melepaskan diri dari kemudharatan."

Menurut Ibnu Sina dalam kitab asy-Syifa, pintu perceraian tetap harus terbuka dan tidak boleh ditutup. Menutup pintu perceraian dapat menyebabkan mudharat, terutama jika salah satu pihak tidak lagi merasa kasih sayang atau tidak memiliki kecocokan dalam pernikahan.

Kondisi tersebut dapat menyebabkan sang istri menumbuhkan perasaan terhadap orang lain, atau bahkan terjadinya perselingkuhan. Dengan membuka pintu perceraian, seseorang dapat memperoleh kesempatan untuk menikah dengan orang yang lebih cocok dan mendapatkan keturunan yang baik.

Jadi, peluang untuk melakukan perceraian tetap diberikan, tetapi tetap dalam pengawasan dan mengikuti aturan yang berlaku.

Mengutip buku Hukum Perceraian yang ditulis oleh Muhammad Syaifuddin, beberapa bentuk ucapan atau tindakan berikut dapat dikatakan sebagai talak. Di antaranya adalah,

Talak raj'i adalah talak yang dijatuhkan satu kali oleh suami, suami masih dapat merujuk kembali kepada istri yang telah ditalak, selama masa iddah.

Dalam syariat Islam, talak raj'i terdiri dari beberapa bentuk, yaitu talak satu, talak dua dengan menggunakan pembayaran (iwadl), atau talak satu dan talak dua tanpa menggunakan iwadl, asalkan istri belum digauli setelah talak tersebut dijatuhkan.

Talak ba'in adalah talak yang terjadi akibat adanya syiqaq (perpecahan) antara suami dan istri, yang menyebabkan keduanya mendatangkan hakim dari keluarga masing-masing sebagai juru damai.

Talak tanjis adalah talak yang dijatuhkan suami dengan ucapan langsung, tanpa dikaitkan dengan waktu, baik menggunakan ucapan sharih (jelas) maupun kinayah (perumpamaan). Ini adalah bentuk talak yang biasanya dilaksanakan, di mana talak berlaku segera setelah suami mengucapkan kata talak tersebut.

Talak ta'lik adalah talak yang dijatuhkan suami dengan ucapan yang pelaksanaannya digantungkan pada suatu kejadian di masa depan, baik menggunakan lafaz sharih (jelas) maupun kinayah (perumpamaan). Contohnya, suami mengucapkan, "Bila ayahmu pulang dari luar negeri, engkau saya talak."

Talak ta'lik ini merupakan bentuk perjanjian dalam perkawinan yang menyebutkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suami. Jika suami tidak memenuhi syarat tersebut, istri yang tidak rela dapat mengajukan perceraian ke pengadilan.

Talak mubasyir adalah talak yang langsung diucapkan oleh suami tanpa melalui perantara atau wakil. Suami secara langsung menjatuhkan talak kepada istrinya dengan ucapan yang jelas.

Talak tawkil adalah talak yang tidak diucapkan secara langsung oleh suami, melainkan oleh orang lain atas nama suami. Jika talak tersebut diwakilkan oleh orang lain kepada istri, seperti ucapan, "Saya serahkan kepadamu untuk mentalak dirimu," maka hal ini secara khusus disebut talak tafwidh.

Memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah adalah dambaan setiap pasangan suami-istri. Namun terkadang hanya karena pertengkaran suami istri bisa bercerai, atau di dalam Islam disebut dengan talak.

Ketika sudah melakukan talak, maka tiada lagi ikatan antara seorang suami dan istri. Hubungan mereka dinyatakan selesai.

Dalam ajaran Islam, perceraian disebut juga dengan talak. Talak atau dalam bahasa Arab Thalaq adalah memutuskan hubungan antara suami-istri dari ikatan pernikahan yang sah menurut syariat Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip jurnal Hukum Talak dalam Keadaan Mabuk yang ditulis oleh Ade Saputra, menurut ulama Mazhab Hanafi dan Hambali mengatakan bahwa talak adalah pelepasan ikatan perkawinan secara langsung untuk masa yang akan datang dengan lafal khusus.

Lalu, menurut Mazhab Syafi'i, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal tapak atau yang semakna dengan itu. Sedangkan menurut ulama Maliki, talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami-istri.

Menukil buku Menikah untuk Bahagia: Sebuah Mahar Cinta oleh Abu Salman Farhan Al-atsary, proses talak akan dibawa ke persidangan agama.

Proses persidangan disaksikan oleh saksi dan diputuskan oleh pengadilan. Selanjutnya, pengadilan akan mengeluarkan akte cerai yang menjadi bukti berpisahnya sepasang suami istri.

Dalam Islam yang berhak menjatuhkan talak adalah seorang suami. Meski demikian, para ulama sepakat jika suami tidak bertanggung jawab atas keadaan rumah tangganya, maka istri boleh meminta cerai melalui khuluk.

Mengutip dari buku A-Z Ta'aruf, Khitbah, Nikah dan Talak Bagi Muslim karya Honey Miftahuljannah, kedudukan hukum talak dapat berbeda-beda di setiap kondisi yang dialami pasangan. Penjelasan hukumnya adalah sebagai berikut:

Hukum talak menjadi wajib

Hukum wajib dikenakan apabila terjadi prahara antara suami-istri yang tidak dapat diselesaikan dan jalan satu-satunya hanya dengan talak. Seperti dalil dalam surat Al-Baqarah ayat 226 yang berbunyi,

لِلَّذِيْنَ يُؤْلُوْنَ مِنْ نِّسَاۤىِٕهِمْ تَرَبُّصُ اَرْبَعَةِ اَشْهُرٍۚ فَاِنْ فَاۤءُوْ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ - ٢٢٦

lillażīna yu`lụna min nisā`ihim tarabbuṣu arba'ati asy-hur, fa in fā`ụ fa innallāha gafụrur raḥīm

Artinya: Bagi orang yang meng-ila' istrinya harus menunggu empat bulan. Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Talak menjadi makruh

Apabila tidak ada alasan jelas, padahal kehidupan rumah tangga baik-baik saja kemudian suami menjatuhkan talak, maka hukumnya menjadi makruh.

Talak dalam ajaran Islam dibagi menjadi tiga macam. Mengutip kembali dari buku yang sama, berikut penjelasannya.

Talak sunah adalah talak yang diberikan sesuai dengan aturan Allah dan Rasulullah, yaitu:

Apabila seorang suami ingin rujuk saat masa idah istri, maka diperbolehkan. Tanpa perlu ada izin atau keridaan dari istrinya tersebut ataupun sang wali, tanpa ada akad baru dan tanpa mahar.

Akan tetapi jika membiarkan istri hingga masa idahnya habis, maka suaminya harus melepaskan istrinya dengan cara yang baik dan hubungannya pun terputus. Apabila ingin menikahinya kembali setelah masa idah berlalu, maka harus ada akad baru, seperti akan menikah untuk pertama kalinya.

Sedangkan talak bid'ah adalah talak yang tidak sesuai dengan syariat dan sunah Rasulullah SAW. Di dalam Islam, kata talak tidak serta-merta diucapkan begitu saja, ada waktu-waktu baik bagi suami melakukannya.

Segi Keadaan Istri

Berikut ini ada beberapa macam-macam talak berdasarkan segi keadaan istri yang perlu anda ketahui, diantaranya.

Macam-macam talak ini adalah talak yang diucapkan sang suami kepada istri yang pernah digaulinya pada saat sedang haid dan dalam keadaan suci.

Talak sunny adalah macam-macam talak yang diucapkan sang suami kepada istri yang pernah digauli dan pada saat itu kondisi sang istri dalam keadaan suci dan pada waktu suci belum digauli, sedang hamil dan jelas kehamilannya.

Talak menjadi boleh (mubah)

Hukum ini berlaku apabila seorang istri memiliki akhlak yang tidak terpuji, memperlakukan suami semena-mena, atau keberadaannya justru membahayakan. Serta keinginan atau cita-citanya dalam sebuah perkawinan tidak tercapai.

Pernikahan dalam Islam dianggap akan membawa banyak kebaikan dan keberkahan bagi kehidupan kedua belah pihak. Namun, dalam beberapa keadaan, talak atau perceraian menjadi solusi ketika hubungan sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

Salah satu jalan keluar yang umum digunakan oleh suami dalam menanggapi permasalahan atau konflik dengan sang istri adalah menalaknya. Meskipun ini menjadi hak yang dapat dijatuhkan, sepasang suami istri wajib memahami hukum talak dalam Islam agar keputusan tersebut bisa diambil sesuai dengan ajaran syariat. Lalu, bagaimana hukum talak dalam Islam? Berikut penjelasannya.

Hukum talak makruh

Hukum talak menjadi makruh apabila tidak ada alasan yang jelas. Selain itu, apabila rumah tangganya baik-baik saja dan tidak ada masalah maka hukum menjatuhkan talak jadi makruh.

Itulah penjelasan mengenai talak dalam Islam, lengkap dengan syarat hingga hukum menjatuhkan talaknya.

YOGYAKARTA- Kajian jelang berbuka di masjid Islamic Center UAD pada hari Sabtu (30/03) membahas tema tentang hukum dan Islam yang disampaikan oleh M. Habibi Miftakhul Marwa SHI, MH (Dosen Fakultas Hukum UAD) selaku pemateri.

Mengutip dari Rene David guru besar hukum dan ekonomi universitas Paris, Habibi menyampaikan bahwa tidak mungkin orang memperoleh gambaran yang jelas tentang Islam sebagai suatu kebulatan, jika orang tidak mempelajari hukumnya. Kemudian kerangka dalam Islam itu ada 3, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah berbicara tentang keyakinan dan keimanan serta bagaimana tentang ketauhidan. Syariah adalah sistem hukum yang ada di dalam ajaran agama Islam. Syariah merupakan kumpulan norma ilahi yang Allah turunkan kepada umat manusia. Akhlak secara garis besar adalah sistem etika dan moral yang ada di dalam ajaran agama Islam. Antara ketiga kerangka tersebut terdapat satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Islam memiliki kumpulan aturan yang lengkap hampir bisa dikatakan setiap aktivitas yang ada di dalam kehidupan manusia ini Islam memiliki sistem aturan. Aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah dalam syariat itu ada aturan yang mengatur terkait tata cara beribadah dan membangun hubungan dengan Allah SWT. Islam juga mengatur tata cara membangun hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam yang disebut dengan muamalah.

Kemudian Habibi juga menjelaskan terkait perbedaan syariat dan hukum. Di mana syariat itu adalah kumpulan norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah), hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan (muamalah).

Dan hukum merupakan suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur atau mengatur masyarakat atau aturan apapun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti aturan dari perlemen. Manusia harus di atur agar manusia bisa hidup tertib agar tidak terjadi konflik. Dia juga menyampaikan bisa disebut hukum apabila memenuhi 4 unsur yaitu ada aturan, ada yang membuat, bersifat memaksa, ada sanksinya bagi para pelanggar aturan.

“Kedudukan hukum dalam Islam saling terikat karena Islam menjadi agama paripurna yang berisi aturan-aturan dan yang menjadi sumber hukum utama dalam Islam adalah Alquran dan hadis. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum umat Islam.” Terangnya.

Dalam Alquran memiliki kandungan hukum, seperti pada surat surat madaniyah kandungannya berkaitan dengan hukum. Ayat-ayat hukum di dalam Alquran ada sekitar 368 ayat atau sekitar 5,8 persen dari seluruh ayat di dalam Alquran. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum telah meletakkan hukum-hukum modern di tengah masyarakat arab yang masih jahiliah. Nabi Muhammad datang membawa perubahan terkait sistem hukum yang ada di Arab pra Islam. (Ekha Yulia Ningsih)

Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.

Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.

Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.

Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.

Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.

Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.

Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.